Sabtu, 29 Desember 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vitamin sangat dibutuhkan oleh tubuh kita, komposisi vitamin yang tepat akan bisa meningkatkan vitalitas tubuh dan menjaga stamina serta melindungi tubuh kita dari serangan berbagai macam penyakit. Tubuh membentuk protein dengan mengubah asam amino menjadi energi dengan bantuan piridoksin. Selain itu piridoksin membantu tubuh membentuk energi dengan membakar cadangan gula yang terdapat diantara organ tubuh dan pembentukan hemoglobin dari protein (Sunita, 2010 p.206).
Dalam suatu produk atau bahan pangan kandungan vitamin yang terdapat didalamnya relatif sangat kecil, dan bentuknya berbeda. Ada yang dalam bentuk provitamin atau calon vitamin (precursor) yang dapat diubah dalam tubuh menjadi suatu vitamin yang aktif. Setelah vitamin diabsorbsi oleh tubuh, provitamin mengalami perubahan kimia menjadi satu atau lebih bentuk yang aktif (Winarno,2004 p. 119).
Piridoksin (Vitamin B6) merupakan suatu vitamin yang larut dalam air dan relatif sangat stabil terhadap panas dan asam. Piridoksal akan mengalami kerusakan dalam suatu larutan alkil. Dari ketiga bentuk vitamin B6 piridoksinlah yang paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan (Winarno,2004 p. 140).
Kekurangan vitamin B6 menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan gagguan metabolisme protein, seperti lemah, mudah tersinggung dan, sukar tidur. Kekurangan lebih lanjut menyebabkan gangguan pertumbuhan, gangguan fungsi motorik dan kejang-kejang, anemia, penurunan pembentukan antibodi (Sunita, 2010 p.207).
Konsumsi vitamin B6 dalam jumlah berlebihan selama berbulan-bulan akan menyebabkan kerusakan saraf yang tidak dapat diperbaiki, dimulai dari kesemutan pada kaki, kemudian mati rasa pada tangan dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja (Sunita, 2010 p.208).
Spektrofotometri ultraviolet-visibel (UV-Vis) dapat digunakan untuk mengetahui informasi kualitatif sekaligus dapat digunakan untuk analisa kuantitatif. Penelitian ini dalam menentukan kadar piridoksin menggunakan aspek kuantitatif. Dimana aspek kuantitatif adalah suatu berkas radiasi yang dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) setelah itu intensitas sinar radiasinya diukur besarnya (Ganjar dan Rohman 2007 hal : 240).
Metode yang digunakan untuk penetapan kadar piridoksin adalah metode spektrofotometri UV-Vis dengan menggunakan aspek kuantitatif, Dimana pada daerah ultaraviolet kadar piridoksin dalam jumlah larutan bufer pH dalam 6,75 dapat ditetapkan pada panjang gelombang 325 nm, larutan piridoksin dalam asam klorida (HCl) 0,1 N menunjukan satu absorbansi maksimum pada gelombang 291 nm. (sudjadi,abdul rohman,2008 hal : ) 
Dengan banyaknya sediaan obat yang ada di pasaran dari berbagai industri farmasi ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “ Analisa Kuantitatif Piridoksin (Vitamin B6) Pada Sediaan Merk A dan Merk B dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis. 

B. Rumusan Masalah
1.        Berapakah kadar vitamin B6 pada sediaan generik dan paten ?
2.        Apakah ada perbedaan kadar tablet vitamin B6 antara etiket dengan hasil penelitian pada sediaan generik dan paten ?
3.        Apakah metode penelitian yang digunakan untuk analisa kuantitatif tablet vitamin B6 pada sediaan generik dan patens secara spektrofotometri UV-Vis sudah valid ?

C. Tujuan Penelitian
1.    Untuk mengetahui berapa kadar tablet vitamin B6 pada sediaan generik dan paten yang beredar di pasaran.
2.    Untuk mengetahui kesesuaian kadar tablet vitamin B6 antara yang tertera pada etiket dengan hasil penelitian pada sediaan generik dan paten.
3.    Untuk mengetahui validitas yang digunakan untuk penetapan kadar tablet vitamin B6 pada sediaan generik dan paten secara spektrofotometri UV-Vis.

D. Manfaat Penelitian
1.    Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang farmasi.
2.    Sebagai langkah awal peneliti dalam melakukan penelitian.
3.    Untuk menambah pustaka khususnya di Program Studi D-III Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vitamin
1.    SEJARAH VITAMIN B6
Awal mula istilah vitamine atau vitamin terbentuk yaitu salah seorang ilmuan ahli kimia yang berasal dari Polandia yang bernama Funk, dia percaya bahwa zat penangkal beri-beri yang larut dalam air, itu semua merupakan suatu amina yang sangat vital, dari istilah tersebut terbentuklah kata vitamine dan kemudian sampai sekarang lebih terkenal dengan kata vitamin (Winarno 2004 hal 119).
Pada tahun 1926 Coldberger dan Lillie menemukan suatu penyakit yang terdapat pada kulit tikus, beberapa tahun kemudian penyakit tersebut diketahui akibat kekurangan vitamin B6. Pada tahun 1938 vitamin B6 telah berhasil diisolasi dan dimurnikan (dikristalkan) dan diketahui juga bahwa didalam senyawa tersebut memiliki keaktifan biologis.
Vitamin B6 terdiri dari berbagai macam kelompok piridina yang memiliki banyak kesamaan satu dengan yang lain, diantaranya piridoksin, piridoksal, piridoksalmina (Winarno 2004 hal 140).



2.    STRUKTUR KIMIA VITAMIN B6
Vitamin B6 merujuk pada semua senyawa 2-metil-3-hidroksi-5-hidroksi metil piridin yang mempunyai aktivitas biologis piridoksin atau 2-metil-3-hidroksi-4,5-hidroksimetil-piridin dalam tikus. Piridoksin yang tersubtitusi pada posisi 4 dengan gugus hidroksimetil, namun pada umumnya dirujuk sebagai piridoksal,akan tetapi nama yang terpilih adalah piridoksin.
Piridoksin HCl merupakan serbuk kristal putih,tidak berbau dengan memiliki sedikit rasa garam. Piridoksin HCl cepat larut dalam air yaitu 22 g/100 ml, alkohol, atau larut dalam etil eter dan kloroform (Abdul rohman 2011 hal 118-119).
3.    RUMUS BANGUN
(2-metil-3-hidroksi-4,5-bio(hidroksi metil)piridin)
BM piridoksin = 205,64

4.    FARMAKOKINETIK
Piridoksin, piridoksal, dan piridoksamin dalam proses penyerapannya mudah terabsorbsi melalui saluran pencernaan. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam piridoksat, ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal.

5.    EFEK SAMPING
Piridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neuropati dalam dosis antara 50 mg-2 g per hari untuk jangka panjang. Gejala awal yang dirasakan biasanya sikap yang tidak stabil dan rasa kebas dikaki, diikuti pada tangan dan sekitar mulut, gejala ini akan berangsur-angsur hilang setelah beberapa bulan bila asupan piridoksin dihentikan.

6.    FARMAKODINAMIK DAN FISIOLOGI
Pemberian piridoksin secara oral dan parenteral tidak menunjukan efek farmakodinamika yang nyata. Dosis yang diberikan sangat besar yaitu 3-4 g/ kg BB dapat menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba, tetapi dosis kurang dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas. Kebutuhan manusia akan piridoksin  berhubungan dengan konsumsi protein yaitu kira-kira 2 g / 100 mg protein.

7.    SEDIAAN DAN INDIKASI
Piridoksin tersedia sebagai tablet piridoksin HCl 10-100 mg dan sebagai larutan steril 100 mg / L piridoksin HCl untuk injeksi
Indikasi piridoksin yaitu untuk mencegah atau untuk mengobati neuritis perifer oleh obat misalnya isoniazid, sikloserin, hidralazin, penisilamin yang bekerja sebagai antagonis piridoksin atau untuk meningkatkan ekskresi melalui urin.
(Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran UI 2007 hal : 775).

B.  SPEKTROFOTOMETRI
Spektrofotometri ultra violet merupakan analisa pengukuran serapan yang dilakukan pada panjang gelombang 190-380 nm, spektrofotomtri ultra violet ini digunakan untuk mengukur serapan radiasi zat organik maupun nonorganik yang mempunyai gugus kromofor, dimana gugus tersebut dapat memperpanjang panjang gelombang (Dep. Kes. Ri, 1979 : 772).
Spektrofotometri UV/ tampak yaitu pengumpulan data pada kisaran yang diinginkan dan akan menghasilkan spektrum senyawa yang akan dianalisis sebagai suatu grafik yang menggambarkan transmintan (absorban) (sumbu y) sebagai fungsi panjang gelombang (sumbu x).
Beberapa faktor yang mengatur pengukuran serapan (absorbansi) UV-vis yakni adanya gugus-gugus penyerap (kromofor), pengaruh pelarut untuk melarutkan sampel, pengaruh suhu, ion-ion anorganik, serta pengaruh Ph.
1.      Kromofor
Merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultra violet dan sinar tampak.
2.      Pengaruh Pelaraut
Senyawa-senyawa obat pada spektrum serapan UV dimana sebagian tergantung pada pelarut yang digunakan untuk melarutkan obat. Perubahan-perubahan  nyata spektrum ini secara eksklusif karena gambaran-gambaran sifat-sifat pelarut, sifat pita serapan, dan sifat solut.
3.      Pengaruh Suhu
Pada suhu rendah pita serapan menawarkan senyawa-senyawa obat yang lebih tajam dibandingkan dengan suhu kamar. Daya pisah akan lebih baik pada suhu rendah dikarenakan level vibrasional yang ditepati lebih sedikit dan tingkat interaksi solut pelarut diminimalkan.
4.      Ion-ion Anorganik
Sifat suatu kromoforik yang terdapat dalam suatu senyawa-senyawa anorganik yaitu yang melibatkan beberapa atom diantaranya permanganat (MnO4) dan dikromat (Cr2O72-), dan melibatkan atom tunggal yakni atom-atom yang mempunyai kulit terluar d- yang tidak lengkap.
5.      Pengaruh Ph
Ph pelarut dalam solut yang terlarut didalamnya dapat mempengaruhi suatu pengaruh yang penting pada spektrum. Di antara senyawa yang mempengaruhi suatu Ph ini adalah indikator kimia yang perubahan warnanya digunakan pada pengukuran asidimetri.
(Gandjar,Rohman 2012 hal : 70-80).

C. VALIDASI
Validasi metode analisis merupakan suatu tahapan penting dalam penjaminan mutu analisis kuantitatif. Tujuan akhir dari metode validasi itu sendiri yaitu untuk menjamin bahwa tiap pengukuran yang di lakukan kedepannya nanti dalam suatu analisis rutin harus cukup dekat dengan nilai kandungan analit sebenarnya yang terkandung dalam suatu sampel.
Parameter validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penelitian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Metode Validasi
Presisi
Akurasi
 Batas deteksi
Batas kuantifikasi
Spesifisitas
Linieritas dan rentang
Kekasaran
Ketahanan
 











                                                                                                     
Parameter evaluasi validitas :
a)    Presisi
Merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel.
b)   Ketepatan (akurasi)
Sebagai ketepatan metode analisis antara nilai terukur antara nilai terukur dengan nilai yang diterima.
c)    Batas deteksi (limit of detection)
Pemeriksaan ada larutan standar untuk mengetahui batas deteksi konsentrasi terendah analit dari suatu larutan standar yang masih dapat dideteksi oleh metode analisis namun tidak perlu terkouatitasi sebagai nilai yang tepat.
d)   Batas kuantifikasi (limit of quantification)
Sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.
e)    Spesifisitas
Suatu kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel.
f)    Linieritas
Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.
g)   Kisaran (range)
Sebagai hasil analisis pada penentuan presisi dan akurasi menunjukan bahwa metode analisis valid dalam rentang penggunaan metode analisis
h)   Kekasaran (ruggedness)
Tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relatif.
i)     Ketahanan
Sebagai kapasitas dari metode analisis agar tetap tidak terpengaruh oleh variasi kecil yang sengaja yang dilakukan pada parameter periksaan atau metode analisisnya, apakah waktu yang dipakai analisisnya tetap, larutan maupun regresinya.
(Gandjar,Rohman 2012 hal : 468-483).














BAB III
METODE PENELETIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar